Senin, 25 Maret 2013

Kesempatan emas Mahasiswa

















Oleh:Azrul Hasibuan
President Mahasiswa Universitas Al-washliyah

Cukupkah hanya mengandalkan ilmu dan indeks
prestasi tinggi untuk melakukan pengabdian? Tidak.
Ada elemen lain yang lebih penting.
Menjadi mahasiswa adalah kesempatan emas. Ya, dari sekian banyak lulusan hanya sebagian kecil yang mampu melanjutkan ke jenjang studi perguruan tinggi. Ironisnya, di erasekarang, ketidakmampuan tidak sebab tiada kemauan bersekolah, tidak cerdasatau berkepribadian buruk, tetapi ekonomilah yang memaksa. Meski sangat pandai, tanpa uang jangan harap dapat kuliah. Pasalnya, pendidikan sudah diperdagangkan. Mahalnya biaya pendidikan menuntut mahasiswa menyelesaikan studi tepat waktu. Sehingga semua energi dikerahkan untuk menggondol gelar sarjana/ diploma sesegera mungkin. Tak ayal, “study oriented” mewabah di kalangan mahasiswa. Mahasiswa punya IP tinggi, masuk 3 besar dalam suatu program studi, atau juara lomba, memang prestasi. Kebanggaan bagi mahasiswa bersangkutan dan universitas/Institutnya. Sejatinya mahasiswa mempunyai tugas lebih berat daripada itu. Sebagaimana Tri Dharma Perguruan Tinggi, Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) salah satunya. Melalui PkM, ia seharusnya memberikan perubahan di masyarakat, baik segi politik, ekonomi, sosial, maupun teknologi. Bukan sekadar berargumen politik dengan turun kejalan. Masyarakat berharap besar oleh dharma baktinya. Mahasiswa sebagai agent of social change adalah perubah dan pelopor ke arah perbaikan bangsa. Kendati demikian, paradigma ini belum menjadi kesepakatan bersama antarmahasiswa.

Senin, 21 Januari 2013

pengKaderan kePemimpinan yang diHarapkan

 
                 Azrul Hasibuan
                   President Mahasiswa Universitas Al-washliyah

Munculnya orang-orang yang ingin menjadi pemimpin secara instant akibat dari pengkaderan kepemimpinan, saat ini, masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaannya dan mereka tidak dapat memenuhi kriteria yang diharapkan sehingga dapat menimbulkan ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Hal ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Meskipun pemimpin telah memiliki tiga gaya kepemimpinan dalam mengambil keputusan yaitu pragmatisme, memiliki orientasi mencapai tujuan rasional (goal oriented), dan pertimbangan ideologi yang dianut.
Guna menentukan kebijaksanaan, strategi dan upaya dalam mengatasi kelemahan pelaksanaan pengkaderan kepemimpinan, kita harus memahami karakter kepemimpinan yang berwawasan kebangsaan yaitu bersifat egaliter, kesetaraan, dan religius. Bersifat egaliter yaitu kepemimpinan yang menyatu dengan yang dipimpinnya. Pendekatan yang digunakan bukan pendekatan kekuasaan, apalagi kekuatan, melainkan dengan menempatkan diri sebagai penggerak, pendorong, dan panutan. Kesetaraan adalah penghayatan pimpinan terhadap ‘hakikat ke-Indonesia-an adalah keberagaman’, sehingga mapu bersikap anti diskriminatif, memberi perhatian, sentuhan dan perlakuan yang setara. religius berdasarkan Pembukaan UUD 1945 : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa …” seorang pemimpin akan memiliki norma, etika dan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya bangsa.
Karakter Kepemimpinan yang Berwawasan Kebangsaan dalam perspektif manajemen modern harus :
1.     Berbasis Kompetensi. seorang pemimpin harus memiliki komitmen kebangsaan yang kuat serta berpegang kepada normanorma dasar kebangsaan Indonesia, tentu saja juga mentaati azasazas kebangsaan Indonesia. Kepemimpinan yang berwawasan kebangsaan harus berbasis kompetensi, meliputi hard competency yang berupa knowledge dan skill, dalam arti bahwa seorang pemimpin yang berwawasan kebangsaan harus memiliki kapabilitas untuk menyusun perencanaan yang komprehensif dan visioner. Dan seorang pemimpin yang berwawasan kebangsaan melaksanakan program dan kegiatannya harus secara benar, serta menghadapi tantangan dan masalah yang muncul serta dilengkapi dengan soft competency yang implementasinya dapat dilihat dari etika, etos kerja, moralitas, responsibility, dan integritas.
2.     Efisien dan Efektif. Pemimpin yang berwawasan kebangsaan mampu berpikir dan bertindak efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumber daya dan waktu, tidak bergerak di dalam ranah wacana tetapi lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan implementasi dari program-program yang dibuatnya.
3.     Akuntabel. Implementasi dari kepemimpinan yang berwawasan kebangsaan harus selalu terukur dalam arti bahwa setiap kebijakan, keputusan, dan langkah yang diambil harus auditable baik pada aspek prosedur, aspek hukum dan aspek finansial. Hal ini sangan diperlukan transparansi yang proposional, dalam arti membuka kepada publik tentang latar belakang kebijakan, hasil serta evaluasi atas pelaksanaan program-program. Transparansi perlu untuk membangun kepercayaan masyarakat dan menyerap sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat.
4.     Pandai menyikapi perubahan. Dalam menyikapi situasi dan kondisi NKRI, pemimpin yang berwawasan kebangsaan perlu kesiapan, kemauan untuk berubah karena hanya dengan perubahanlah tujuan kebangsaan dapat dicapai serta kemampuan dan kemauan untuk menahan diri dari keinginan untuk bertengkar dan untuk saling menyalahkan. Pemimpin yang berwawasan kebangsaan harus mampu menciptakan keinginan untuk berubah, tentu saja ke arah yang lebih baik sebagai pra kondisi penyelamatan bangsa, dan mengawalinya dari merubah diri sendiri dan kelompoknya.


Model Pembinaan Kader Kepemimpinan yang Berwawasan Kebangsaan. Masyarakat Indonesia sebagai sumber daya manusia yang berpendidikan dan menjadi calon pemimpin melalui rekruitmen Aparatur Pemerintah, Partai Politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat sesuai dengan kemauan, kemampuan dan bakat masing-masing. Masing-masing kelompok mengadakan seleksi dalam rangka pembinaan dan meningkatkan kualitas kader melalui pendidikan, serta penugasan secara berjenjang dan berlanjut disesuaikan dengan kondisi dan potensi kelembagaan tersebut.
a. Pembinaan kader Kepemimpinan yang berwawasan kebangsaan pada kalangan birokrat diharapkan mampu menjalankan tugas dan fungsinya, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
o    Prosedur untuk merekrut calon birokrat harus dilaksanakan secara terbuka sehingga dapat memunculkan calon-calon terbaik. Sistem terbuka ini dapat mencegah terjadinya KKN.
o    Manajemen sumber daya manusia pada jajaran birokrat diarahkan pada terbentuknya profesionalisme anggota. Penerapan sistem kepangkatan dan senioritas perlu ditinjau sehingga untuk menduduki suatu jabatan tidak ditentukan dengan senioritas tetapi ditentukan oleh kompetensi atau melalui uji kompetensi dan kredibilitasnya.
o    Program pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada anggota harus disesuaikan dengan tugas dan fungsinya sesuai dengan struktur organisasi. Perlu adanya seleksi secara terbuka sebelum mengikuti pendidikan dan pelatihan sehingga calon perserta didik yang terbaik mendapatkan kesempatan pertama untuk mengikuti diklat.
o    Perlunya peningkatan kesejahteraan dan pendapatan para birokrat untuk mengurangi tindakan KKN. Penegakka hukum harus dilaksanakan secara konsisten pada jajaran birokrat.
o    Kinerja birokrat hendaknya dijadikan teladan bagi rakyat. Kebanggaan sebagai anggota birokrat perlu terus dipupuk dan dipelihara melalui pemberian penghargaan bagi yang berprestasi.
b. Partai Politik diharapkan dapat menjadi partai yang modern. Ciri-ciri partai modern yang berkaitan dengan pembinaan kader kepemimpinan adalah sebagai berikut :
o    Ada perangkat yang tegas dan teratur untuk mengatur sistem rekruitmen dengan tujuan untuk mencegah terjadinya inkonsistensi dalam kepemimpinan partai. Sistem yang tegas dapat menghindari ketergantungan partai terhadap seseorang sehingga eksistensi partai tergantung pada sistem partai.
o    Meningkatkan persyaratan pendidikan formal tertentu minimal Diploma 3 bagi kader partai politik yang akan ditempatkan pada suatu jabatan tertentu sehingga anggota parpol memiliki pengetahuan yang memadai untuk mengontrol Aparatur Pemerintah.
o    Parpol diarahkan untuk merumuskan platform yang sama terhadap kedudukan Pancasila sehingga tidak lagi mempersoalkan masalah ideologi.
o    Keteladan parpol diarahkan pada terwujudnya budaya demokratis sehingga tidak terjadi penggembosanpenggembosan baik secara intern maupun ekstern di dalam tubuh parpol akibat dari kekalahan maupun kemenangan pemilihan calon pemimpin. Hal ini memerlukan komunikasi politik yang dapat mencairkan ketegangan antar anggota partai maupun antar partai. Pembinaan kader kepemimpinan bertujuan untuk mencari kader-kader yang mampu bekerja dalam sistem partai modern.
c. Pembinaan kader kepemimpinan di kalangan independen bertujuan untuk menghasilkan kader yang mampu memperjuangkan kepentingan rakyat melalui wadah lembaga independen. Ciri-ciri pembinaan kader kepemimpinan di kalangan independen antara lain sebagai berikut :
o    Seleksi kepemimpinan pada Ormas/LSM harus demokratis, sehingga kader terbaik akan tampil memimpin.
o    Perlunya peningkatan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan fungsi dan lingkup Ormas/LSM sehingga dapat diperoleh kader yang berkualitas.
o    Diperlukan komunikasi politik antara masyarakat dan Ormas/LSM sehingga masyarakat memiliki dasar untuk melakukan penilaian terhadap Ormas/LSM. Penilaian ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan untuk seleksi kepemimpinan.
Mudah-mudahan Partai Politik / Ormas / LSM dapat memilih orang-orang yang ingin menjadi pemimpin memiliki prestasi dan reputasi serta berkualitas, bukan yang menebar ranjau dan jebakan politik yang membingungkan dan menyesatkan rakyat.
Aminnnnnnnn........!!