Oleh: Irvanuddin
Komisi B MPM UNIVA Medan
MAHASISWA
sebagai kaum intelektual yang berdasarkan keilmuannya harus melihat segala
kemungkinan yang terjadi dari penyelenggaraan negara di semua bidang. Logis
kalau dari mahasiswa ada tawaran solusi terhadap penyelenggaraan negara
berdasarkan kompetensinya sebagai komunitas intelektual atas dasar
kepeduliannya terhadap kondisi.
Dari komunitas ini,
semestinya, kita memiliki agent of control yang mumpuni dengan jumlah
kuantitatif mahasiswa Indonesia hari ini. Mahasiswa sebagai kaum muda yang
dengan berjalannya waktu suatu saat nanti memimpin nakhoda pemerintahan,
sebagian besar (untuk mengatakan tidak semua) telah terwarnai sangat pekat
dengan obsesi pribadi dan menghilangkan kepekaannya terhadap kepentingan
berbangsa dan bernegara.
Sumber daya masa depan
ini hanya menjadi ancaman, karena menambah besar jumlah pengangguran. Dan, bukan
mencari atau menjadi solusi bangsanya akibat sikap acuh terhadap permasalahan
yang bersifat makro.
Dengan fakta hari ini,
mahasiswa sudah terdiaspora dalam berbagai kepentingan politik pragmatis
dan sedikit yang ideologis. Pragmatisme menjadi determinasi di berbagai level
pergerakan tidak terkecuali mahasiswa sehingga rakyat kecil yang selama ini
hanya menjadi penanggung penderitaan bangsa ini semakin teracuhkan.
Betapa sejarah
membuktikan kekuatan agent of control ini mampu memberikan sumbangsihnya pada
perbaikan keadaan-keadaan bangsa yang sangat memprihatinkan. Tapi tidak hari
ini ketika mahasiswa hanya berpikir egosentris terhadap kepentingan pribadinya.
Sebuah sistem yang sama tapi lebih mengerikan dibandingkan NKK/BKK, harapan
agar mahasiswa tidak usil dengan gerakan tikus bangsa ini.
Ini dapat dibuktikan,
hari ini mahasiswa tidak memiliki kekuatan apapun untuk perbaikan negara.
Dipenuhi dengan generasi yang pesimistis, miskin kreativitas, dan solusi.
Mahasiswa telah terkebiri dengan cara pandang dan ketidakpeduliannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar